[BOOK REVIEW] Surat untuk Anakku Karya Mahendra Hariyanto – Banyak yang bilang, menjadi orangtua itu enggak mudah. Saya sendiri belum merasakannya, jadi enggak bisa bilang setuju atau enggak dengan pernyataan tersebut.
Selama ini cuma melihat bagaimana keseharian kedua orangtua saya, tapi tetap aja belum bisa merasakan langsung.
Namun, pas membaca buku nonfiksi berjudul Surat untuk Anakku yang ditulis oleh Mahendra Hariyanto, nyatanya kedua mata saya terbuka. Saya bisa dapat gambaran lebih mengenai peran orangtua, terutama orangtua dengan anak berkebutuhan khusus.
Baca juga: 5 Buku Favorit yang Bikin Saya Jatuh Cinta dengan Dunia Anak-anak
Dan ya, agaknya saya setuju dengan anggapan bahwa menjadi orangtua memang bukan perkara mudah. Tanggung jawabnya sangat besar. Apalagi, baik itu keluarga, anak, atau diri sendiri, semuanya adalah titipan Tuhan.
Jika tidak sepenuh hati menjaganya dengan baik, apa yang kita miliki enggak segan-segan akan diambil.
Nah, Surat untuk Anakku pun bukan cuma menjadi teman baca aja, melainkan pengirim pesan kepada siapa saja untuk lebih bersyukur atas hidup yang diberikan.
[BOOK REVIEW] Surat untuk Anakku Karya Mahendra Hariyanto
Judul Buku: Surat untuk Anakku “Sebuah Catatan Kehidupan”
Penulis: Mahendra Hariyanto
Penerbit: Leutika Prio
Bahasa: Indonesia
Terbit: Agustus 2019
ISBN: 9786020516899
Tebal: 288 halaman
Harga: Rp90.800
.
Buku ini disusun oleh seorang ayah untuk dipersembakan kepada anaknya, seorang anak penyandang autisme.
Sang ayah menyusun buku ini dengan tekad dan harapan: suatu hari nanti sang anak dapat membaca dan memahami pesan-pesan dan nasihat-nasihat tersirat yang disampaikan di dalam buku ini.
Buku Surat untuk Anakku selesai saya baca dalam perjalanan dinas menuju Yogyakarta. Agak lama saya membaca buku ini, lantaran kesibukan sana-sini yang sulit banget untuk saya pause.
Namun, bisa membaca buku ini cukup membuat saya senang, sebab sehabis membaca, ada berbagai pengalaman hidup yang saya temukan.
Baca juga: [BOOK REVIEW] Mind Platter (Bejana Pikiran) Karya Najwa Zebian
Ya, sesuai blurb yang ada di bagian belakang buku, Surat untuk Anakku karya Mahendra Hariyanto ini berisi sejumlah tulisan dalam bentuk surat yang ia persembahkan untuk Feroze Shaquille Hariyanto, buah hatinya yang kini berusia 14 tahun.
Surat-surat ini enggak disusun secara runut berdasarkan waktu, tapi random aja. Menurut saya ini enggak masalah karena isi suratnya merupakan potongan cerita lepasan. Jadi, kalau lagi bosan dengan cerita yang satu, saya bisa lompat ke cerita lainnya.
Oh ya, tulisan di buku ini merupakan kisah nyata, jadi rasanya enggak terlalu sulit untuk membayangkan kejadian yang diceritakan. Plus, kisah nyata tentu rasanya lebih menohok karena baisanya terjadi di dalam keseharian.
Nah, ada berbagai pelajaran yang bisa saya ambil dari buku ini, misalnya, soal kerendahan hati, harga diri, kekuatan keluarga, juga cara berterima kasih dan bersyukur.
Baca juga: [BOOK REVIEW] Addio Karya Alya Damianti
Kalau boleh jujur, ada beberapa kisah yang membuat saya terenyuh banget. Jadi, ketika Feroze belum genap berusia 3 tahun, betapa kagetnya si penulis lantaran anaknya didiagnosa menyandang autisme oleh dokter. Sebagai orangtua, tentu rasanya hancur sekali.
Namun, kisah-kisah selanjutnya malah menjadi penguat bagi si penulis sendiri. Kisah tersebut pun tertuang dalam puluhan surat yang nyatanya, bukan cuma menceritakan bagaimana kondisi atau keseharian Feroze.
Banyak juga pengalaman pribadi yang dialami penulis, yang sebenarnya enggak ada hubungannya dengan Feroze, tapi mampu memberikan pengalaman berharga bagi Feroze kelak.
Salah satu yang saya suka ialah bab berjudul Pak Tan, Mantan Bankir yang Jadi Sopir Taksi. Bila membaca judulnya, mungkin kamu sudah tahu tulisan ini tentang apa.
Baca juga: [BOOK REVIEW] Flowers over the Bench Karya Gyanindra Ali
Jadi, begini ceritanya, dalam perjalanan menuju kantor, si penulis menumpang sebuah taksi yang ternyata sopirnya merupakan mantan pejabat bank. Pak Tan, namanya. Bank tempat Pak Tan bekerja dulu dilikuidasi dan ia terpaksa harus kehilangan pekerjaannya.
Namun, Pak Tan sama sekali enggak malu mejadi sopir taksi. Baginya, menjadi sopir taksi memberikan banyak berkah untuknya, misalnya ia jadi punya lebih banyak waktu untuk beribadah. Saat masih menjadi petinggi bank dulu, mungkin rasanya sulit.
“…back then… I was materially rich, but, spiritually poor. Today… it is the other way around I may be materially poorer but I’m spiritually richer… and it makes me happier.”
Dengan tulisan ini, sang penulis berusaha memberikan pelajaran bagi Feroze, juga kita sebagai pembaca bahwa memiliki kekayaan material mungkin bikin bahagia. Namun, memiliki kekayaan spiritual tentu jauh lebih bahagia.
Baca juga: [BOOK REVIEW] Avontur, Dear 19 Karya Thinkermoon
Surat lain yang saya suka ada pada awal-awal bab. Penulis yang tinggal di Singapura ini nyatanya sempat harus terpisah dengan istri dan anaknya. Kala itu, anaknya harus menjalani menjalani pengobatan dan terapi yang mana jika dilakukan di Singapura, harganya belum terjangkau.
Jadi, dengan berat hati, istri dan anaknya harus pulang ke Indonesia karena biaya pengobatan di sana lebih murah. Duh… kebayang nggak sih harus jauh dari keluarga dan hanya bisa ketemu sekali dalam sebulan saja? Pasti rasanya berat. 🙁
Tanpa sadar saya semakin tenggelam dalam berbagai kisah di buku Surat untuk Anakku. Memang, selama membaca buku ini, saya agak terganggu dengan typo di buku ini. Maklum, anaknya emang perhatian banget sama saltik.
Lalu, ada beberapa dad jokes di buku karya Mahendra Hariyanto yang enggak “masuk” di saya. Hehehe. Tapi saya menghargai usaha penulis yang menyelipkan candaan di beberapa tulisan supaya kesannya enggak serius-serius amat ngomongin soal hidup. Dibawa santai aja.
Baca juga: [BOOK REVIEW] Nanti Kita Sambat tentang Hari Ini Karya Mas Aik
Di samping itu, saya menemukan beberapa informasi berulang di buku ini, misalnya si penulis menceritakan bagaimana dirinya mendapat pertanda mengenai anaknya lewat mimpi. Di bagian awal buku sudah diceritakan, tapi ternyata diulang di bab lain.
Menurut saya, akan lebih baik jika informasi tersebut tidak diulang berkali-kali karena pembaca bisa merasa bosan
Saya malah merasa cerita soal Feroze kurang banyak, nih. Penasaran banget sama kabar dan perkembangannya saat ini.
Apalagi sekarang Feroze sudah 14 tahun dan kalau dilihat dari Instagram pribadinya, sepertinya Feroze senang sekali menggambar. Kalau di buku ini, surat paling baru yang ditulis kalau enggak salah tahun 2016.
Omong-omong, saya jadi penasaran deh, kira-kira Feroze sudah membaca buku Surat untuk Anakku yang ditulis oleh Papanya ini belum, ya? Penasaran juga gimana responnya. 🙂
Saya berharap, buku ini bisa menjadi pengingat, perekam cerita, juga penyemangat bagi siapa saja. Memang buku ini dipersembahkan untuk Feroze, tapi saya yakin bahwa pesan-pesan di dalamnya juga mampu membuka mata para pembaca, termasuk saya.
Saya juga merasa kalau buku ini akan menjadi bukti syukur untuk si penulis sendiri, bahwa ia sudah melewati tahun-tahun yang penuh tantangan dan ia berhasil melewati itu semua dengan baik.
Baca juga: [BOOK REVIEW] Aku, Meps, dan Beps Karya Soca Sobhita dan Reda Gaudiamo
Jujur, saya salut banget dengan Mahendra Hariyanto dan keluarga, yang begitu kuat dan sabar dalam membesarkan Feroze. Semoga segala rencana dan langkah yang ingin diambil dibukakan jalan oleh-Nya, ya. 🙂
Itulah dia review buku Surat untuk Anakku karya Mahendra Hariyanto yang begitu menyentuh. Senang sekali bisa membaca tulisan ini.
Nah, buku ini cocok dibaca setiap orangtua atau untuk kita anak-anak muda, supaya mengerti bagaimana kasih sayang orangtua yang enggak berkesudahan, serta bagaimana perjuangan mereka membesarkan kita.
Salam saya untuk Feroze dan orangtua teman-teman sekalian, ya.
PS: Buku ini sudah bisa didapatkan di toko buku terdekat, ya!
Rekomendasi artikel selanjutnya yang wajib kamu baca, nih! 😍
[BOOK REVIEW] Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini Karya Marchella FP
1. 7 Rekomendasi Toko Buku Favorit Buat Beli Buku Online
2. Apa Itu Bookstagram dan Bagaimana Cara Membuatnya?
3. Apa Itu Books Aficionado?
4. Q&A: 15 Fun Facts about Me and My Bookstagram @sintiawithbooks
5. 7 Tips Meningkatkan Follower Bookstagram untuk Pemula
6. 30 Bookstagram Terms You Should Know
7. 20 Inspirasi Rainbow Bookshelf di Bookstagram yang Bikin Betah Baca Buku Seharian
8. Pengalaman Borong Buku dan Panduan Lengkap ke Big Bad Wolf Jakarta
9. 5 Buku Favorit yang Bikin Saya Jatuh Cinta dengan Dunia Anak-anak
10. Rainbow Bookshelf: Menata Buku-buku pada Rak Seperti Warna Pelangi
11. 5 Teknik Meningkatkan Engagement Bookstagram Lewat Pemberian Komentar
12. 30+ Most Popular Bookstagram Hashtags to Increase Your Followers
13. 15 Rupi Kaur Powerful Quotes Every Girl Needs to Read
14. 15 Akun Bookstagram Indonesia Terfavorit, Sudah Follow Belum?
15. 3 Penulis Teenlit yang Novelnya Bikin Kangen Masa SMA
16. 7 Benda yang Bisa Kamu Jadikan Pembatas Buku
17. Pengalaman Mengirim Buku Gratis Lewat Kantor Pos Setiap Tanggal 17
18. 11 Most Creative Bookstagrammer to Follow in 2018
19. Asyiknya Belanja Buku di Periplus, Toko Buku Impor Langganan
20. [BOOK REVIEW] Gadis Daun Jeruk Karya Rinda Maria Gempita
21. 17 Rekomendasi Buku di POST Bookshop Pasar Santa
22. [BOOKSTAGRAM TIPS] Memotret Buku dengan Kamera HP atau Kamera DSLR?
23. [EKSKLUSIF] Bab Pertama Novel The Perfect Catch Karya Chocola
24. [BOOK REVIEW] Na Willa: Serial Catatan Kemarin Karya Reda Gaudiamo
25. 7 Properti untuk Bookstagram Biar Foto Makin Keren
26. 7 Cara Memfoto Buku untuk Bookstagram
27. Pengalaman Membeli Buku di POST Bookshop Pasar Santa
28. Pengalaman Beli Buku di Grobmart untuk Pertama Kalinya
29. [BOOK REVIEW] Aku, Meps, dan Beps Karya Soca Sobhita dan Reda Gaudiamo
30. Bagaimana Cara Menulis Caption untuk Bookstagram?
31. [BOOK REVIEW] The Stories of Choo Choo: You’re Not as Alone as You Think Karya Citra Marina
32. [BOOK REVIEW] Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini Karya Marchella FP
33. 10 Kutipan Terbaik dari Buku NKCTHI Karya Marchella FP
34. [BOOK REVIEW] Things & Thoughts I Drew When I was Bored Karya Naela Ali
35. [BOOK REVIEW] Milk and Honey Karya Rupi Kaur Versi Bahasa Indonesia
36. [BOOK REVIEW] Off the Record Karya Ria SW
37. 17 Ide Foto Bookstagram Bertema Natal yang Bisa Kamu Tiru
38. Cara Mudah Menemukan Buku yang Sedang Diskon di Toko Online
39. Berkunjung ke Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Tertinggi di Dunia
40. Akhir Pekan Produktif di Haru Bookstore Gading Serpong
41. Mudahnya Beli Buku Online di Belbuk.com
42. Kebiasaan Membaca Buku di Perjalanan yang Ingin Saya Tularkan ke Kamu
43. Ngobrolin Novel Taman Pasir di Twitter Bareng Penerbit Grasindo
44. Bedah Buku dan Peluncuran Novel Nyanyian Hujan
45. @sintiawithbooks’ Best Nine on Instagram in 2018
46. [BOOK REVIEW] Seri Kemiri Yori Karya Book For Mountain
47. Serunya Kumpul dan Makan Siang Bareng Nagra dan Aru
48. 8 Booktuber Indonesia Favorit yang Wajib Kamu Tonton Videonya
49. 4 Blogger Buku Favorit yang Sering Kasih Rekomendasi Buku Bagus
50. 7 Rekomendasi Buku yang Asyik Dibaca Saat Traveling
51. Kenapa Sih Suka Banget Bawa Buku Saat Traveling?
52. 5 Tips Memilih Buku untuk Dibawa Saat Traveling
53. Apa Itu Book-Shaming dan Kenapa Harus Dihentikan?
54. Donasi Buku Lewat Lemari Bukubuku, Bisa Dapat Gambar Gratis!
55. [BOOK REVIEW] The Book of Imaginary Beliefs Karya Lala Bohang
56. Pengorbanan Bookstagrammer Demi Dapat Foto Bagus, Pernah Ngerasain?
57. [Book Review] Deep Wounds Karya Dika Agustin
58. 5 Buku Ilustrasi Favorit untuk Kamu yang Butuh Bacaan Ringan
59. Baca 5 Buku tentang Perempuan Ini Saat Hari Perempuan Internasional
60. Panduan Membuat Kartu Anggota Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
61. Things to Know About Big Bad Wolf Books Sale 2019 and My Book Haul!
62. 10 Male Bookstagrammers Who Will Inspire You to Read More
63. [BOOK REVIEW] Dear Tomorrow: Notes to My Future Self Karya Maudy Ayunda
64. [BOOK REVIEW] The Naked Traveler 8: The Farewell Karya Trinity
65. [BOOK REVIEW] Bicara Tubuh Karya Ucita Pohan dan Jozz Felix
66. Pengalaman Belanja Buku di Gramedia World BSD, Tangerang
67. Singgah Sejenak di Perpustakaan Erasmus Huis Jakarta Selatan
68. The Reading Room, Kemang: Sensasi Makan di Perpustakaan
69. Toko Buku Independen POST, Surga Kecil Para Pencinta Buku
70. Membawa Buku di Penjuru Dunia ke Transit Bookstore Pasar Santa
71. Indie Bookshop Tour: Tur Toko Buku Independen Perdana di Jakarta
72. 7 Inspirasi Tempat Baca Favorit Para Bookstagrammer
73. Toko Buku Foto Gueari Galeri: Jual Foto, Emosi, dan Cerita
74. [BOOK REVIEW] Kamu Terlalu Banyak Bercanda Karya Marchella FP
75. [BOOK REVIEW] The Loneliest Star in the Sky Karya Waliyadi
76. Ketagihan Baca E-book Gara-gara Gramedia Digital
77. [BOOK REVIEW] Jingga Jenaka Karya Annisa Rizkiana Rahmasari
78. [BOOK REVIEW] Nanti Kita Sambat tentang Hari Ini Karya Mas Aik
79. [BOOK REVIEW] Avontur, Dear 19 Karya Thinkermoon
80. [BOOK REVIEW] Flowers over the Bench Karya Gyanindra Ali
81. Menyusuri Tumpukan Buku-buku Lawas di Galeri Buku Bengkel Deklamasi
82. 5 Cara Menabung untuk Membeli Buku
83. 5 Cara Menemukan Inspirasi untuk Bookstagram
84. [BOOK REVIEW] Addio Karya Alya Damianti
85. 5 Rekomendasi Film Favorit Berlatar Toko Buku, Sudah Nonton?
86. Berburu Buku Murah di Vintage Vibes, Alam Sutera
87. 6 Tips Biar Enggak Kalap Belanja Buku di Big Bad Wolf
88. [BOOK REVIEW] Mind Platter (Bejana Pikiran) Karya Najwa Zebian
89. Perpustakaan Goethe-Institut Jakarta: Tempat Asyik Belajar Budaya Jerman
90. Nyamannya Membaca Buku di Perpustakaan Freedom Institute
91. 7 Strategi Jitu Menambah Penghasilan dari Buku
92. Perpustakaan Habibie dan Ainun, Warisan untuk Masyarakat Indonesia
93. Sore Hari Bersama Buku-buku di Halaman Belakang Kineruku Bandung
94. Mengejar Aan Mansyur Hingga ke Katakerja Makassar
95. Kedai Buku Jenny, Lebih dari Sekadar Perpustakaan dan Toko Buku
0 Comments