Pengorbanan Bookstagrammer Demi Dapat Foto Bagus, Pernah Ngerasain? – Tiba-tiba aja semalam kepikiran buat ngebahas soal pengorbanan Bookstagrammer. Oke, sebenarnya bukan cuma Bookstagrammer aja, sih. Ini bisa ke siapapun yang menggunakan media sosial, terutama Instagram.
Di komunitas Bookstagram sendiri, seringnya foto bagus jadi andalan. Bisa dibilang, foto eye-catchy adalah pemikat siapa saja untuk sponton nge-like, nge-follow, atau memberikan komentar.
Padahal, di balik foto bagus tersebut, ada banyak pengorbanan Bookstagrammer yang sebenarnya enggak muda. Pengorbanan tersebut bisa dalam bentuk apa aja, mulai dari uang, waktu, tenaga, apapun itu.
Nah, beberapa poin di bawah ini pernah saya alami. Namun, ada juga yang berdasarkan cerita teman-teman lainnya. Coba baca deh, siapa tahu kamu juga pernah ngerasain.
9 Pengorbanan Bookstagrammer Demi Dapat Foto Bagus
Keluar uang buat beli kamera atau peralatan penunjang lainnya
Saya sering mendapat pertanyaan, “Pakai kamera apa sih, Kak? Bagus bangeett 😍”. Sebenarnya, untuk memfoto buku di Bookstagram sendiri, saya enggak pernah pakai kamera ponsel karena ponsel punya saya memliki kualitas seadanya.Saya selalu mengandalkan kamera SLR untuk memotret karena dari segi ketajaman, kecerahan, serta beberapa faktor lain, kamera SLR terbukti lebih unggul.
Untuk menghasilkan foto bagus pun, saya juga sering menggunakan lensa makro. Biasanya saya memfoto detail buku dengan lensa ini. Sejujurnya, lensa makro ini juga saya pakai untuk foto-foto saat traveling. Bisa dibilang, ini adalah aset saya sebagai seorang blogger buku dan perjalanan.
Kemudian, beberapa waktu lalu saya juga membeli tripod dan remote control. Nah, kalau teman-teman lihat ada foto diri saya di akun @sintiawithbooks, semuanya pakai tripod dan enggak difotoin orang lain.
Fotonya mesti berkali-kali sampai nemu yang paling bagus dan masuk kategori lolos upload. 😀
Ke mana-mana bawa kamera demi konten
Sebagai seorang blogger dan Bookstagrammer, punya konten yang memang disukai para pembaca adalah wajib hukumnya. Itu pun jika ingin akun atau website kita semakin berkembang. That’s why, saya selalu berusaha untuk memutar otak demi menghasilkan konten berkualitas.Makanya, di setiap kesempatan, kalau ada acara-acara yang berhubungan sama buku, saya rela bawa kamera SLR ke mana-mana. Bukannya berat? Iya, tapi namanya juga butuh konten untuk blog dan Bookstagram.
Pengorbanan kayak gini mah enggak ada apa-apanya selama kita passionate di bidangnya. 😀
Beli banyak properti, tahunya jarang dipakai
Pernah ngerasain hal serupa? Belakangan saya lagi keranjingan beli berbagai jenis properti untuk Bookstagram. Mulai dari grid wire mesh, alas goni, alas bulu, bunga artifisial, vas bunga, lilin, sampai wood slice.
Properti ini saya beli soalnya melihat referensi akun Bookstagrammer lainnya yang memiliki properti serupa. Kok, bagus ya fotonya?
Habis beli, foto-foto dengan properti tersebut, eh… ujung-ujungnya malah jarang saya pakai. Saya lebih suka foto Bookstagram di alas seprai atau kain putih yang menonjolkan sisi minimalis.
Lama-kelamaan saya sadar.
“It’s not about the property, it’s your photography skills.”
Kalau kemampuan saya dalam mengambil gambar begitu-begitu aja, mau pakai properti sebagus apapun kayaknya sama aja.
Sengaja beli makanan atau minuman cuma buat properti foto
Seorang Bookstagrammer pernah cerita kalau ia beli sengaja croissant dan beberapa pastry cantik lainnya cuma demi dijadiin properti fotonya. Kalau sudah selesai foto, makanan itu dimasukkannya ke kulkas.
Kalau besok-besok butuh foto dengan properti yang sama, tinggal dikeluarkan lagi. Merasa relate?
Bikin properti palsu
Akun Bookstagram luar negeri banyak yang menggunakan teh atau kopi sebagai hiasan agar foto-foto jepretan mereka tampak lebih artsy.
Saya sendiri termasuk tipe Bookstagrammer yang malas banget kalau harus bikin-bikin dulu. Hehehe. Alhasil, saya lebih suka menggunakan minuman yang ada aja di rumah. Contohnya susu full cream atau cokelat. Habis itu, baru deh diedit warnanya.
Pernah juga ada temen yang cerita kalau ia sengaja beli saus tomat dan selai stroberi demi bikin darah palsu. Kreatif!
Naik ke meja atau kasur demi foto flatlay
Hayooo… siapa yang pernah begini juga? Foto-foto flatlay memang benar-benar berhasil memancing mata buat ngelirik. Tapi
Saya sendiri pernah naik kasur demi menghasilkan foto flatlay yang bagus. Kadang pegal juga megangin kamera SLR lama-lama biar angle fotonya lebih rapi dan enggak miring-miring.
Dilihatin orang-orang
Untuk Bookstagrammer yang suka motret di tempat publik atau yang memiliki tema foto outdoor memang harus ekstra, nih. Ekstra kreatif, ekstra persiapan, dan ekstra sabar kalau dilihatin orang-orang pas lagi motret.
Beberapa teman Bookstagrammer cerita kalau mereka juga harus menahan malu dilihatin orang-orang, demi foto yang bagus.
Ganti / pinjam outfit teman untukmemperbanyak stok foto
Kalau lagi mood buat foto, saya bisa meluangkan berjam-jam untuk motret sana-sini. Satu kamar bakalan saya explore saya habis-habisan. Biasanya, sekali sesi foto, saya bisa nyetok untuk beberapa posting-an di feed.
Nah, biar enggak ngebosenin dan bisa memberikan kesan yang berbeda, biasanya saya beberapa kali ganti baju. Bahkan, ada yang cerita kalau dirinya sampai pinjam outfit teman, lho.
Saya sendiri kalau lagi malas banget, saya enggak malu buat foto pakai kaos rumahan plus celana pendek. Habis itu, tinggal edit lagi di Photoshop supaya terlihat lebih oke dari segi outfit. Hehehe. 🙂
Buku rusak
Kalau pengorbanan Bookstagrammer yang satu ini, lagi-lagi berdasarkan cerita temen. Jadi, ada yang ingin memfoto buku bertema outdoor. Ditaruhlah buku miliknya di atas motor, eh malah kecipratan air. Ada juga temen yang bukunya malah kecebur di kolam. 🙁
Kalau saya sendiri selama memfoto buku, kategori rusak paling buku yang enggak sengaja terlipat sampulnya. Itu aja udah agak panik.
Gimana, pernah ngerasain 9 pengorbanan Bookstagrammer di atas? Atau pernah ngerasain yang lebih parah lagi? 😆
Jujur, saya sendiri enggak terlalu mempermasalahkan poin-poin di atas, toh ini kan untuk aset jangka panjang.
Saya pengin banget membuat akun Bookstagram atau blog saya berkembang lebih baik lagi, sebab dari dua paltform inilah saya bisa berkenalan dengan lebih banyak orang, membagikan informasi yang bermanfaat, serta memperoleh penghasilan tambahan.
Jadi, semoga kamu juga enggak tanggung-tanggung untuk melakukan pengorbanan, bila itu bisa bikin kamu dan akun-akunmu lebih oke di masa mendatang, ya. 😀
Cari informasi ter-update soal buku dan Bookstagram?
Donasi Buku Lewat Lemari Bukubuku, Bisa Dapat Gambar Gratis!
2. Apa Itu Bookstagram dan Bagaimana Cara Membuatnya?
3. Apa Itu Books Aficionado?
4. Q&A: 15 Fun Facts about Me and My Bookstagram @sintiawithbooks
5. 7 Tips Meningkatkan Follower Bookstagram untuk Pemula
6. 30 Bookstagram Terms You Should Know
7. 20 Inspirasi Rainbow Bookshelf di Bookstagram yang Bikin Betah Baca Buku Seharian
8. Pengalaman Borong Buku dan Panduan Lengkap ke Big Bad Wolf Jakarta
9. 5 Buku Favorit yang Bikin Saya Jatuh Cinta dengan Dunia Anak-anak
10. Rainbow Bookshelf: Menata Buku-buku pada Rak Seperti Warna Pelangi
11. 5 Teknik Meningkatkan Engagement Bookstagram Lewat Pemberian Komentar
12. 30+ Most Popular Bookstagram Hashtags to Increase Your Followers
13. 15 Rupi Kaur Powerful Quotes Every Girl Needs to Read
14. 15 Akun Bookstagram Indonesia Terfavorit, Sudah Follow Belum?
15. 3 Penulis Teenlit yang Novelnya Bikin Kangen Masa SMA
16. 7 Benda yang Bisa Kamu Jadikan Pembatas Buku
17. Pengalaman Mengirim Buku Gratis Lewat Kantor Pos Setiap Tanggal 17
18. 11 Most Creative Bookstagrammer to Follow in 2018
19. Asyiknya Belanja Buku di Periplus, Toko Buku Impor Langganan
20. [BOOK REVIEW] Gadis Daun Jeruk, Si Pengingat Mimpi
21. 17 Rekomendasi Buku di POST Bookshop Pasar Santa
22. [BOOKSTAGRAM TIPS] Memotret Buku dengan Kamera HP atau Kamera DSLR?
23. [EKSKLUSIF] Bab Pertama Novel The Perfect Catch Karya Chocola
24. [BOOK REVIEW] Na Willa: Serial Catatan Kemarin Karya Reda Gaudiamo
25. 7 Properti untuk Bookstagram Biar Foto Makin Keren
26. 7 Cara Memfoto Buku untuk Bookstagram
27. Pengalaman Membeli Buku di POST Bookshop Pasar Santa
28. Pengalaman Beli Buku di Grobmart untuk Pertama Kalinya
29. [BOOK REVIEW] Aku, Meps, dan Beps Karya Soca Sobhita dan Reda Gaudiamo
30. Bagaimana Cara Menulis Caption untuk Bookstagram?
31. [BOOK REVIEW] The Stories of Choo Choo: You’re Not as Alone as You Think Karya Citra Marina
32. [BOOK REVIEW] Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini Karya Marchella FP
33. 10 Kutipan Terbaik dari Buku NKCTHI Karya Marchella FP
34. [BOOK REVIEW] Things & Thoughts I Drew When I was Bored Karya Naela Ali
35. [BOOK REVIEW] Milk and Honey Karya Rupi Kaur Versi Bahasa Indonesia
36. [BOOK REVIEW] Off the Record Karya Ria SW
37. 17 Ide Foto Bookstagram Bertema Natal yang Bisa Kamu Tiru
38. Cara Mudah Menemukan Buku yang Sedang Diskon di Toko Online
39. Berkunjung ke Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Tertinggi di Dunia
40. Akhir Pekan Produktif di Haru Bookstore Gading Serpong
41. Mudahnya Beli Buku Online di Belbuk.com
42. Kebiasaan Membaca Buku di Perjalanan yang Ingin Saya Tularkan ke Kamu
43. Ngobrolin Novel Taman Pasir di Twitter Bareng Penerbit Grasindo
44. Bedah Buku dan Peluncuran Novel Nyanyian Hujan
45. @sintiawithbooks’ Best Nine on Instagram in 2018
46. [BOOK REVIEW] Seri Kemiri Yori Karya Book For Mountain
47. Serunya Kumpul dan Makan Siang Bareng Nagra dan Aru
48. 8 Booktuber Indonesia Favorit yang Wajib Kamu Tonton Videonya
49. 4 Blogger Buku Favorit yang Sering Kasih Rekomendasi Buku Bagus
Wahh sekarang kebayang gimana susahnya jadi bookstagrammer.
Pantesan foto2 mba Sintia kece banget, pengorbanan dalam prosesnya juga luar biasa.
Lanjutkan mba, semoga sukses bookstagram-nya ya 🙂
Hehehe, terima kasih Mas Walter! Betul, kebanyakan orang hanya berorientasi pada result, “Kok fotonya bagus, ya?”. Padahal, di balik itu, kami para Bookstagrammer punya effort luar biasa untuk men-deliver konten yang pas untuk semua audiens. Sama seperti travel blogger atau influencer lainnya. Sukses juga untuk Mas Walter 😀