7 Manfaat Membaca Buku Bagi Siapa pun– Saya nggak bisa membayangkan gimana jadinya kalau saya nggak membaca buku. Entah kesibukan seperti apa yang saya jalankan saat ini.
Mungkin, saat ini saya sedang asyik menulis lagu dengan instrumen favorit karena dulu saat SD pernah ikut ekskul musik? Ya, meski dulu hanya belajar main seruling dan pianika, sih.
Atau mungkin, menjadi seorang seniman karena saya suka eksplorasi hal-hal berbau seni? Oh, atau bisa jadi berkecimpung di dunia film dan menjadi penulis naskah karena saat menjadi jurnalis dulu, dunia film terasa begitu dekat dengan mimpi saya?
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, semua kesibukan di atas sebenarnya bisa saya selipkan dengan kegiatan membaca buku. Jadi, rasanya nggak ada alasan untuk nggak membaca buku. Apalagi, saya merasakan sendiri bagaimana manfaat membaca buku berkontribusi baik terhadap sisi personal saya. Bukan cuma sekadar menambah wawasan atau menghibur semata.
7 Manfaat Membaca Buku Bagi Siapa pun
1. Buku bikin saya nggak ngerasa sendirian
Ini dia manfaat membaca buku yang pertama. Ada kalanya saya merasa gawai, internet, dan media sosial adalah hal-hal yang sungguh melelahkan dan membosankan. Nggak ada lagi magnet menarik yang mampu membuat saya berlama-lama memainkannya.
Nggak bisa bohong, buku selalu jadi salah satu pelarian utama saya karena jaraknya yang cukup dekat. Saya terbiasa meletakkan buku di sebalah tempat tidur, di atas meja, di rak buku, di dalam tas, ke mana pun saya pergi pasti selalu ada buku.
Saya merasa buku bikin saya merasa nggak sendirian. Saya bisa dengan nyamannya nongkrong di kedai kopi favorit sendirian, seharian, hanya ditemani Vanilla Latte atau Caramel Machiatto, sambil membaca buku. Saya bisa dengan nyamannya solo traveling dan membaca buku di perjalanan sembari menunggu kantuk menyerang.
Rasanya, ada “sesuatu” yang menemani saya sehingga saya nggak merasa kesepian. Dan ya, kalau ada yang bilang buku adalah teman terbaik, mungkin ada benarnya.
2. Buku mendatangkan banyak teman
Komunitas literasi dan ekosistem di dalamnya sungguhlah ajaib. Siapa yang pernah kepikiran bahwa saya bisa berkenalan dengan si A yang membuat komunitas baca dan menyelenggarakan acara literasi bergengsi, si B yang adalah penulis dengan banyak pengikut, si C yang sudah berkeluarga tapi masih berjiwa muda dan sangat gemar membaca, si D yang jadi inspirasi membaca kalau saya sudah punya anak nanti, dan seterunya.
Dalam skenario lain, saya bisa berkenalan dengan si E yang ternyata adalah teman si C, atau mungkin tanpa sengaja berkenalan dengan si F yang ternyata juga satu circle dengan si A dan si B. I would call it “literacy without limits, literacy without borders“.
Mengenal beragam manusia dengan ceritanya masing-masing membuat saya sadar bahwa komunitas ini sungguh punya support system dalam berbagai level. Kita hanya perlu bertemu orang-orang yang tepat.
3. Buku mendorong saya untuk inisiatif dan terlibat aktif
Banyaknya inisiatif individu yang membuat berbagai acara literasi cukup membikin saya senang. Ada yang rutin membuat diskusi buku, sharing-sharing topik tertentu, dan banyak lagi. Gerakan ini pun terus bermunculan dari waktu ke waktu dan dijalankan secara konsisten.
Nah, beberapa bulan ke belakang, saya sedang mencari cara baru agar komunitas literasi di Indonesia tetap menggairahkan. Kepikiran, pengin banget memindahkan platform Indie Bookshop Tour yang tadinya offline, ke online. Jadilah saya ngide untuk ngadain Virtual Bookshop & Library Tour (VBLT) 2021.
Sejauh ini, VBLT sudah berjalan dua kali. Bulan Mei 2021, saya jadi tour guide teman-teman yang penasaran dengan Buku Rakjat, Berkutubuku, serta Medium Bookstore yang semuanya berlokasi di Tangerang.
Kemudian, Juni 2021 ini, saya ajak teman-teman untuk jalan-jalan online ke Kargo Baca dan Jakarta Bookhive. Bulan depan dan bulan-bulan seterusnya, rencananya ingin berkeliling ke toko buku, perpustakaan, taman baca, atau inisiatif apa pun di seluruh Indonesia.
Acara ini pun nggak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan teman-teman yang saya kenal di komunitas literasi. Kalau nggak kenal Ucha, mungkin Indie Bookshop Tour dulu nggak pernah ada. Kalau nggak ada Indie Bookshop Tour, mungkin saya nggak akan kenal Kak Lia dari Piknik Pustaka yang berbaik hati meminjamkan akses Zoom secara gratis, berkali-kali. Dan masih banyak lainnya.
I cannot thank you enough, guys.
4. Buku membuat saya lebih berani untuk mengutarakan pendapat
Memendam unek-unek sendirian tuh nggak enak, deh. Beneran. Ketika disampaikan ke orang lain, didiskusikan, diperdebatkan, didukung, disanggah, diberi masukan, diberi perspektif lain, wah … saya yakin suatu perbincangan buku akan jadi lebih hidup.
Di setiap diskusi buku yang saya ikuti, baik moderator maupun penyelenggara acara pasti memberikan kesempatan kepada semua peserta untuk ikut mengutarakan pendapatnya, yang mana saya rasa hal itu sungguh baik. Bisa jadi contoh malah.
Atau mungkin ketika ada perdebatan literasi di Twitter, saya nggak segan untuk beropini. Tentunya dengan dasar yang kuat dan nggak asal ceplas-ceplos tanpa tahu faktanya, ya.
Baca juga: 8 Cara Mudah Membangun Kebiasaan Membaca Buku
5. Buku mampu membentuk diri jadi lebih baik
Manfaat membaca buku yang berikutnya berkaitan dengan self development atau self improvement. Dulu, saya pernah mewawancarai Tante Muren, Ibu Maudy Ayunda, tentang bagaimana pola asuh dirinya terhadap anak-anaknya. Tante Muren bilang, siapa diri kita ter-influence oleh 5 orang terdekat kita.
Misalnya, kita ingin menjadi orang yang rajin dan tepat waktu. Kalau teman terdekat kita adalah sseorang dengan sifat yang berkebalikan, mungkin akan sulit untuk bisa menjadi seperti yang kita mau.
Dalam konteks membaca, beruntunglah saya kenal dengan orang-orang hebat yang saya jadikan role model. Misalnya, saya yang sedang ingin mencicipi lebih banyak manfaat membaca buku nonfiksi, merasa bahwa Griss (dengan konten-kontennya) adalah orang yang tepat untuk saya jadikan acuan.
Atau mungkin, saya yang ingin menyemangati diri sendiri untuk membaca lebih banyak keragaman buku, serta membuat berbagai acara literasi yang inklusif, merasa bahwa Hestia (dengan inisiatif-inisiatifnya) adalah orang yang tepat untuk dijadikan referensi.
Ya, orang-orang terdekat inilah yang akan selau saya keep sebagai circle terdekat. Orang-orang seperti inilah yang dalam versi saya, bisa membentuk diri jadi lebih baik.
6. Buku membuat saya tahu asyiknya anotasi
Sejujurnya, saya tipe yang agak “gatel” kalau diminta corat-coret buku. Bawaannya pengin setiap halaman bersih tanpa coretan atau tempelen apa pun. Ada yang gitu juga, nggak?
Tapi semenjak kenal anotasi, saya malah jatuh cinta. Bayangkan, kalau saya nggak familiar dengan manfaat membaca buku, mungkin saya nggak kenal dengan yang namanya anotasi. Omong-omong, dari mana saya tahu soal ini? Siapa lagi kalau bukan dari teman-teman bookfluencer?
Menganotasi buku membuat saya lebih aware bahwa ada banyak buku yang isinya daging banget, yang infonya sayang banget kalau saya lewatkan begitu saja.
Menganotasi buku membuat saya lebih mudah mengingat bagian-bagian mana yang paling penting dalam sebuah buku. Untuk tahu mana bagian yang paling penting, saya nggak perlu baca dari awal sampai akhir.
Menganotasi buku pun akan membantu saya untuk bisa mempraktikkan isi buku dengan lebih mudah. Menurut saya, praktik adalah langkah tepat untuk bisa mengimplementasikan buku ke kehidupan nyata.
Hingga saat ini, saya masih belajar dan berproses dengan kegiatan menganotasi buku ini. Namun yang saya sadari, saya jelas menikmatinya.
Baca juga: 7 Inspirasi Tempat Baca Favorit Para Bookstagrammer
7. Buku mendorong saya ingin lebih banyak membaca
Eh, gimana maksudnya? Begini, semenjak berteman dengan para pencinta buku, tentu saja hari-hari saya terekspos dengan beragam jenis manusia serta bacaan mereka.
Ada teman yang begitu ambisius ingin menyelesaikan puluhan buku dalam waktu setahun. Darinya, saya malah terdorong ingin membaca lebih banyak buku. Ini bukan soal perlombaan antara saya dengannya. Ini lebih ke perlombaan dengan diri sendiri. Setelah tahu enaknya manfaat membaca buku, pengin nantang diri sendiri, tahun lalu mampu membaca sekian buku, tahun ini bisa lebih nggak, ya?
Doain aja. 🙂
Saya malah beruntung sekali beberapa kali diajak untuk mendiskusikan buku yang ternyata ada di dalam daftar bacaan 2021. Kalau nggak diajakkin untuk diskusi, mungkin bacanya masih nanti-nanti.
Kebalikannya, ada pula teman saya yang santai-santai aja dan nggak terlalu mikirin kuantitas buku yang ingin dibaca dalam satu tahun. Ia lebih memilih untuk membaca lebih banyak genre.
Darinya, saya belajar bahwa sesekali keluar dari genre di comfort zone tuh nggak apa-apa, lho. Siapa tahu, ada genre lain yang mampu memikat hati saya? Dan ya, itu kejadian di buku bergenre nonfiksi.
Siapa sangka, buku dan teman-teman di sekeliling berhasil membuat saya percaya bahwa saya bisa melakukan sesuatu yang saya kira nggak bisa. Mengetahui ada beragam kesempatan dari manfaat membaca buku, saya semakin mantap untuk berada di di ekosistem ini, selama yang saya bisa. Semoga.
0 Comments