Pengalaman ke Curug Leuwi Asih Bareng Jakarta Trekking Sentul – Setelah pesimis open trip ke Majalengka batal karena nggak memenuhi kuota, saya langsung ngide, “Trekking ke Sentul aja, yuk!”, yang mana alternatif ini langsung disambut dua sahabat saya, Riri dan Desy.
Segera saya menghubungi @jakartatrekkingsentul untuk meminta informasi lebih lanjut. Mereka menyediakan 3 pilihan rute dengan 3 tingkatan: trekking mudah, sedang, sulit. Awalnya saya pilih trekking mudah yang akan melewati Curug Leuwi Hejo, tetapi saat saya book ternyata katanya tutup.
Lalu saya disarankan untuk pilih rute Family 2 dengan rute Ciangsana, tanjakan kebun kopi, persawahan, kebun pinus, Cigobang, Curug Leuwi Asih, & Sungai Sangkuriang, mengambil jarak 3-4 km dan estimasi waktu tempuh 2-3 jam. Saya dan teman-teman pun setuju.
Kalau melihat kembali rute-rute yang ditawarkan, sebenarnya Jakarta Trekking Sentul memperbolehkan peserta untuk bikin rute pilihannya sendiri. Semisal kami sudah keburu lelah di tengah jalan dan ingin beralih rute atau mungkin nggak jadi kepengin ke destinasi tertentu, guide akan mencarikan rute lainnya.
Jujur, lumayan deg-degan juga menjelang trekking trip. Beberapa hari sebelumnya, saya sempat ngerasa cemas karena tau-tau PMS. Nggak lucu, dong, kalau pas lagi trekking tiba-tiba haid. Namun Puji Tuhan, belum waktunya. Sempat cemas juga karena udah lama nggak trekking, masih kuat nggak nih, badan dan kaki diajak main ke alam? Puji Tuhan, masih banget.
Dan yang bikin lebih nggak nyangka adalah … ternyata perjalanan ini sungguh diberkati dan dilancarkan. Pulang-pulang beneran happy banget, malah kepengin trekking lagi!
Nah, sebelum saya bercerita bagaimana pengalaman trekking ke Curug Leuwi Asih, ada beberapa perlengkapan yang perlu diperhatikan.
Perlengkapan Trekking yang Perlu Dibawa
Saat meminta informasi ke Jakarta Trekking Sentul, mereka sudah membuat daftar perlengkapan apa saja yang perlu dibawa peserta. Untuk no. 8-12 opsional.
- Sepatu olahraga (kalau mau pakai sandal trekking juga bisa, meski kalau pakai sepatu pasti lebih nyaman, Amannya pakailah alas yang solnya bergerigi)
- Kaus kaki
- Pakaian olahraga ringan (karena nggak punya atasan yang oke, akhirnya saltum pakai baju hangat tangan panjang. Hahaha)
- Air minum (min. 1,5 liter per setengah hari/orang)
- Makanan ringan
- Obat-obaran pribadi
- Ransel bahu berukuran kecil
- Topi (ini useful banget untuk menghalau sinar matahari supaya kulit nggak terbakar/memerah/gatal)
- Perlengkapan hujan, seperti jas hujan/ponco atau payung, case untuk kamera/ponsel)
- Sunblock (penting sekali iniii! Kedua tangan saya belangnya nggak karuan dan sampai sekarang masih cari cara supaya warna kulit bisa rata lagi. π)
- Obat nyamuk (di rute-rute awal bakal melewati perkebunan, pas lagi jalan tau-tau bentol di kaki. Kalau mau sedia minyak kayu putih juga boleh, lho).
- Pakaian ganti lengkap
Pengalaman ke Curug Leuwi Asih Bareng Jakarta Trekking Sentul
Bertemu guide di meeting point menuju tempat parkir
Setelah menyiapkan berbagai perlengkapan sebelum hari H, dengan kendaraan pribadi kami berangkat dari Tangerang sekitar pukul 5.30. Jalanan nggak macet sama sekali. Kami sampai di Indomaret Sentul Nirwana (Google Maps), tempat meting point kami,Β pukul 7 kurang.
Saya mengabari Jakarta Trekking Sentul via WhatsApp bahwa kami sudah sampai. Kami nggak dikasih nomor guide untuk kami hubungi sendiri, melainkan guide akan diperkenalkan langsung saat di meeting point.
Nggak seberapa lama, ada 2 orang bebaju hitam tangan panjang mendatangi mobil kami. Ada logo Jakata Trekking Sentul pada baju merek. Oh, ini mereka yang kami tunggu. Satu adalah Mas Robi selaku narahubung dan Mas Ali yang akan menjadi local guide kami hari itu.
Mobil kami mengekor di belakang Mas Ali yang jalan lebih dulu dengan motornya. Kami akan menuju tempat parkir, sekaligus titik awal trekking kami. Perjalanan kurang lebih 20 menit. Karena melewati permukiman warga dan ada beberapa jalanan yang cukup sempit, maka sebaiknya berhati-hati, ya.
Trekking dimulai
Sesampainya di start point, kami memarkirkan kendaraan. Mas Ali menghampiri, lengkap dengan 3 trekking pole bersih untuk kami pakai selama di perjalanan. Setelah perkenalan, kami pun memulai langkah-langkah kami. Soooo exciting! π
Karena memang pada dasarnya saya jarang olahraga dan aktivitas fisik udah nggak seintens dulu, baru beberapa meter berjalan aja kaki ini masih takut-takut terpeleset. Padahal, saya sengaja beli sandal trekking yang solnya bergerigi agar saat dipakai berjalan, bisa lebih seimbang dan menahan licin. Tapi beberapa kali saya merasa kaki saya belum mantap menapak, belum “megang” banget gitu. Mungkin karena belum terbiasa juga kali, ya?
Di sisi lain, baru sebentar juga rasanya sudah bikin napas cukup tersengal-sengal (kami tetap pakai masker, btw), apalagi saat sedang berada di tanjakan kebun kopi. Saya jalan pelan dan teratur, meski sesekali berhenti. Pengap juga pakai masker, ujar saya dalam hati sembari mencari celah dari bawah masker agar lebih banyak udara bisa terhirup.
Mas Ali bilang, saat itu kami belum boleh melepas masker. Ketika sudah memasukki rute persawahan dan tanaman ilalang, barulah kami diperbolehkan melepasnya. Yang saya salut, saya perhatikan Mas Ali hampir nggak pernah lepas masker sama sekali, lho! Kuat bangeettt~
View this post on Instagram
Matahari semakin meninggi. Badan dan kaki saya sudah mulai terbiasa dengan aktivitas berjalan jauh ini. Spot-spot foto pun selalu jadi tempat favorit saya. Di sanalah saya bisa berhenti sejenak, benar-benar menikmati alam, mengatur napas, dan beristirahat sebentar sebelum akhirnya berjalan lagi.
Dan oh ya, di rute trekking Sentul ini juga disediakan bangku-bangku bambu sebagai tempat untuk beristirahat. Jadi, jangan khawatir jika ingin mengantur napas sebentar atau minum air, ya. Tempatnya pun sangat memadai.
Kami berulang kali mengucap syukur selama perjalanan. Hari itu kami dikasih cuaca yang ceraaah sekali. Langit biru selalu memayungi langkah kecil kami. Meski kata Mas Ali malam sebelumnya di sana sempat hujan, jalurnya sedikit sekali yang becek. Sisanya kering dan sangat manusiawi untuk dilewati.
Nggak kebayang kalau akhir pekan itu hujan dan jalanan jadi licin setengah mati. Rasanya nggak mau mengulang penderitaan sama seperti waktu trekking ke Baduy. Hahaha.
Namun buat yang nggak terbiasa untuk trekking di rute seperti ini, rasanya pasti tetap saja ngeri-ngeri sedap, terutama ketika pas turunan. Trekking pole helped us a lot! Yang saya salut, Mas Ali tuh gercep banget pas tahu kami kesusahan untuk melewati jalan turunan atau jalur yang licin. Dengan sigap ia menghampiri kami dan mengulurkan tangan kanannya agar kami bisa menjadikannya pegangan. Super helpful!
Mas Ali bukan tipe guide yang hanya jadi penunjuk jalan atau pengantar ke tepat yang ingin kami tuju. Ia benar-benar memastikan bahwa peserta yang dibawanya pun nggak merasa kesulitan dan tetap bisa fun!
Poin plusnya lagi, Mas Ali juga jago foto dan cari angle bagus, deh. Hihihi. Ada satu momen di mana saya puas banget lihat hasil jepretannya. Berasa lega, ada konten foto yang bisa pamerin di Instagram. Padahal waktu itu lagi lumayan ngos-ngosan, tapi pas lihat hasil fotonya yang oke, mood langsung naik banget! π
Mood bagus itu pun juga disumbang oleh suguhan pemandangan alam yang luar biasa. Pohon, sawah, ilalang, tanaman warga, bebatuan, sungai, dan masih banyak lagi. Makanya, kami pas jalan tuh lumayan selow, sih. Soalnya sembari nikmatin alam juga.
Dan oh ya, di rute perjalanan kami, terutama saat melewati permukiman warga, ada beberapa warung juga yang bisa dimampiri, ya. Siapa tau ada yang mau beli air mineral (duh, botol yang dingin ditempel ke leher tuh rasanya beuhh …), beli snack, atau mungkin numpang buang air kecil, fasilitasnya sudah ada. Jadi, nggak perlu khawatir.
Dalam rute ini, kami juga melewati Resto Lumbung Padi yang ramai dengan rombongan. Di area ini, jalurnya enak banget, deh, soalnya menggunakan material batako. Jadi seperti jalan biasa aja. “Bonus,” kata Mas Ali sambil nyengir dari balik maskernya. Iya, ibaratnya kalau lagi naik gunung, ketemu jalan landai tuh bonus banget. π
Curug Leuwi Asih, akhirnya!
Nggak kerasa, hampir 2,5 jam berlalu. Senangnya saya ketika melihat ada plang bertuliskan Curug Leuwi Asih. Yay, sampai jugaaa! Curug Leuwi Asih adalah objek wisata air terjun alami dengan sungai yang cukup lebar. Sehabis panas-panasan, bisa banget, nih, melepas lelah di sini sambil main air.
Tadinya saya nggak mau nyebur lantaran nggak bisa berenang dan takut terbawa arus. Saya lebih memilih videoin sungainya sembari jagain tas temen-temen yang lain. Sebenarnya ada warga lokal yang bisa bantu jagain tas selagi para peserta trekking Sentul main-main di Curug Leuwi Asih. Katanya sih, aman. Namun untuk mencegah hal yang nggak diinginkan, akhirnya saya nungguin tas aja. Toh, nggak nyebur juga.
Tapiii eh tapiiii … pas ngelihat hasil jepretan foto Mas Ali di Curug Leuwi Asih, kok jadi kepengin berfoto juga yaaa? π€£ Akhirnya beraniin diri untuk nyebur, meski cuma celup-celup kaki di pinggiran aja. Seperti biasa, Mas Ali gercep bantuan saya berjalan di atas batu-batuan di sungai agar lebih nyaman.
Baru kaki yang nyebur aja … duh ampun segernya nggak ketolong! Nyesel banget nggak bisa berenang, jadinya masih takut-takut buat main air. Huhuhu. Jadi kurang puas waktu main ke Curug Leuwi Asih ini. Kayaknya rencana untuk belajar renang memang harus disegerakan, deh. Siapa tau bisa berlanjut untuk menyelam dan menikmati alam bawah laut?
Sungai Sangkuriang yang airnya segar
Kami nggak terlalu lama saat di Curug Leuwi Asih karena nggak ada yang berminat untuk berenang di sana. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju destinasi terakhir, yakni Sungai Sangkuriang. Kami sampai di sana sekitar pukul 11 siang.
Wah, pemandangan alam di sekitaran sungai ini juga sungguh memanjakan, sih. Hamparan sawah hijau yang terbentang bikin mata jadi adem banget.
Di Sungai Sangkuriang, ada beberapa saung yang bisa digunakan peserta trekking untuk beristirahat. Saung ini sudah dimiliki tiap-tiap trip organizer. Kami kebagian saung yang lebih ujung. Di sini juga ada warung. Sehabis lelah trekking berjam-jam, tentu aja bisa minum Es Kelapa dan makan Indomie with a view!
Namun kala itu, mungkin kelewatΒ happy jadinya nggak berasa ya, laparnya. Saya, Riri, dan Desy cuma ngemil biskuit aja sambil duduk-duduk di saung sebelum ahirnya mendengar gemericik air sungai dari jarak lebih dekat dan … tentu saja kembali berfoto ria.
Beneran deh, air sungai tuh segernya ampun-ampunan, ya.. Beneran pengin mandi tapi outfit nggak memadai. Harus lebih persiapan lagi kalau ke sini lagi.
Oh ya, omong-omong, saat kami berada di Sungai Sangkuring, kami berjumpa dengan 3 peserta foreigner yang baru datang dan mereka membawa Jack, anjing hitam yang gagah sekali!
Usut punya usut, mereka adalah member tetap di Jakarta Trekking Sentul yang hampir setiap akhir pekan melakukan trekking trip. Ternyata, guide yang memandu pun juga khusus dan kelihatannya sudah dekat dengan Jack, lho. Jack seketika langsung jadi pusat perhatian kami.
Sekitar pukul 1 kurang, kami pun beranjak dari Sungai Sangkuriang. Perjalanan ke tempat parkir memakan waktu sekitar 15 menit. Pas sudah sampai di titik start awal kami, rasanya hati lega danΒ penuh gembira. Lega karena udah nggak perlu jalan jauh lagi, gembira juga karena trekking trip bareng sahabat-sahabat ternyata sangat berkesan.
Di tempat parkir ini tersedia warung dan toilet/kamar ganti. Karena ternyata banyak peserta trip lain yang sampainya kurang lebih berbarengan, kami harus antre ganti baju terlebih dulu.
Sudah bersih-bersih dan ganti baju, perjalanan pun berakhir. Mas Ali nggak mengantar kami kembali ke meeting point. Sebelum berpisah, kami sempat berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Jujur, kaget banget abang-abang yang motoin kami ngerti soal low angle dengan cara membalikkan HP agar posisi kamera lebih rendah. Guide lokal di sini oke banget, sih! π³π
Perjalanan usai berlanjut
Kami berpamitan dan saling mengucap terima kasih. Saya dan teman-teman pun melanjutkan perjalanan kami. Akhir pekan itu rencananya kami sekalian menginap di Lorin Hotel selama 1 malam supaya bisa menikmati alam Bogor lebih lama. Ternyata, eh ternyata, hotel yang kami pesan berlokasi di area Sentul International Circuit. So interesting!
Sebelum check in, kami mengisi perut dulu di Warung Soto Mie Ni Meeh karena perut kami udah keroncongan bukan main. Saat itu kami udah nggak bisa mikir pengin makan apa, jadinya seketemunya aja di Google. Sempat zonk beberapa kali, ada yang outletnya udah pindah, ada yang nggak dapet parkir, sampai akhirnya mutusin makan soto daging di sini.
Entah karena lapar atau enak, saya yang cukup picky kalau urusan soto, merasa soto daging yang saya pesan ini kok cocok baget di lidah, ya. Kuahnya thick, berasa banget bumbunya, dagingnya buanyaaak. Boleh dicoba kapan-kapan kalau main ke Bogor dan berada di sekitaran Sirkuit Sentul.
Berapa Biaya Trekking Sentul?
Nah, mungkin teman-teman sedari tadi bertanya, untuk merasakan kegembiraan di alam Sentul, berapa sih, biaya yang dikeluarkan. Sangat affordable.
Biaya trekking Sentul ialah Rp150.000/orang untuk usia 4-70 tahun. Ini adalah private trip dengan minimal 3 peserta. Apabila hanya ada 2 peserta saja, akan dikenakan biaya Rp200.000. Untuk WNA dikenakan Rp250.000/orang.
Biaya ini termasuk apa saja?
- Pemandu lokal dari Jakarta Trekking Sentul
- Jakarta Trekking Sentul base support yang membantu memfasilitasi dan menyiapkan komunikasi selama trekking (jujur kurang tau maksudnya apa)
- Trekking pole bersih
- Semua biaya masuk pengunjung lokal
- Segala perizinan oleh otoritas lokal
- Biaya parkir
Biaya nggak termasuk apa saja?
- Pengeluaran pribadi (misalnya beli makanan/minuman di warung, buang air, dll)
- Tip guide lokal
Biaya ini bisa dibayarkan DP-nya dulu sebesar 30%, lalu pelunasannya dilakukan saat trip selesai.
Penutup
I felt so, so refreshed after the trekking trip. It was such a blessed trip, though.Β Benar-benar dilancarkan dari awal sampai akhir. Plus bersyukur juga dikasih pengalaman baru nan menyenangkan, juga temen jalan yang care-nya kebangetan.
Riri tuh udah seperti Mami kami. Dia yang bawel minta saya wajib minum vitamin, sediain minyak kayu putih, bikinin bekal nasi goreng, ngingetin pakai masker kalau lagi lewatin banyak orang, plus bawa pasokan air minum 2L pake galon mini (yang bikin Mas Ali sampai ketawa ngelihat kelakuan ajaib kita HAHAHA π€£).
Ada Desy, si paling lincah, yang nggak bosen-bosennya ngingetin kami, “Kalau capek, bilang, ya.” Biar istirahat dulu dan nggak maksa jalan. Lalu, minjemin kami HP-nya supaya kami bisa foto-foto dengan hasil yang bagus pula. Jujur, udah cocok banget jadi asistennya Mas Ali.
Saya nggak sabar kepengin menelusuri berbagai curug lainnya di Sentul, ada Curug Hordeng, Curug Kembar, Curug Ciburial, Curug Leuwi Hejo, dan pastinya Goa Garunggang. Semoga ada kesempatan dalam waktu dekat ini.
0 Comments