Bertemu dengan Pelukis dan Pendiri Gereja Ayam – Akhir 2016 lalu, saya memberanikan diri untuk pergi ke Yogyakarta sendirian tanpa itinerary yang dipersiapkan lebih dulu. Dalam pikiran saya, saya hanya ingin melepas penat sebelum akhirnya kembali kerja full time lagi, tanpa tahu mau ke mana, bagaimana rutenya, transportasi apa yang harus digunakan, dan sebagainya. Yang penting, saya sampai di Yogyakarta dulu. Mau ke mana-ke mananya, nanti saja. Begitu pikir saya.
Sampai akhirnya, saya ketemu teman gereja saya, Kak Jatie namanya. Awalnya, saya posting foto sedang berada di Yogyakarta, lalu ia mengirimi saya pesan, mengajak bertemu, lalu jalan-jalan bareng.
Baca juga: Lebih Nikmat Menyantap Bakmi Jowo Mbah Gito di Kala Malam
Saat bertemu, saya bilang ke Kak Jatie kalau saya mau Tur AADC (Ada Apa dengan Cinta?) 2, cuman enggak tahu di mana aja tempatnya. Jadilah dia menemani saya berkeliling ke beberapa tempat yang ingin sekali saya datangi. Dua di antaranya ialah Punthuk Setumbu dan Gereja Ayam yang lokasinya bukan di Yogyakarta, melainkan di kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Puntuk Setumbu ini adalah salah satu spot terbaik untuk melihat matahari terbit. Bisa dibilang, pemandangan ini jadi salah satu favorit saya. Ketika menuju tempat ini, takut banget kalau pemandangannya tertutup kabut, tapi ternyata gerimis yang turun saat subuh membuat kabut perlahan turun. Ketika menuju Punthuk Setumbu, meski harus menaiki banyak anak tangga yang lumayan becek dan licin karena hujan, but it’s all worth it!
Dari Punthuk Setumbu, kita bisa melihat gunung-gunung, puncak Candi Borobudur, juga Gereja Ayam, destinasi saya selanjutnya.
Gereja Ayam ini sebenarnya bentuknya adalah burung merpati, bukan ayam. Gereja ini sebenarnya juga bukan hanya diperuntukkan bagi mereka yang Nasrani saja, melainkan Rumah Doa bagi semua pemeluk agama.
Baca juga: 5 Tips Memotret di Tempat Wisata yang Penuh Keramaian
Ketika sampai di Gereja Ayam, saya dan Kak Jatie berkeliling di dalam gereja yang (pada waktu itu) masih dalam perbaikan dan pembangunan. Saya menyempatkan diri untuk menuju puncak gereja yang biasanya disebut mahkota burung merpati. Puncak ini juga menjadi salah satu lokasi pengambilan gambar AADC 2. Senangnya, lagi-lagi saya bisa melihat pemandangan dari ketinggian.
Selesai memotret, saya dan Kak Jatie turun lagi. Lalu, kami berpapasan dengan seorang pria yang sempat kami temui ketika naik ke puncak.
“Sudah foto-foto?” tanyanya pada kami. Saya melihat dirinya duduk bersantai di tangga kayu. Sesekali ia memulas warna-warna pada dinding dengan kuas di tangannya.
“Oh, sudah Pak. Di (lantai) bawah,” jawab Kak Jatie.
“Ini siapa yang gambar semua, Pak?” saya balik bertanya.
“Saya,” jawabnya singkat.
Namanya Pak Agus, pelukis lokal asal Bandongan, Magelang. Menurut saya, ia adalah seniman hebat dan rendah hati yang banyak memberi pengalaman hidup, terutama soal passion. Seingat saya, Beliau ini lulusan desain grafis. Namun, ia merasa jiwanya enggak di situ, jiwanya lebih ke seni lukis. Makanya, ia sedikit membelokkan minatnya dan tekun dengan apa yang disukainya.
Sampai suatu ketika, Pak Daniel Alamsjah (yang ternyata adalah seorang pendeta), pendiri Gereja Ayam ini mencari seniman untuk melukis dinding-dinding di Gereja Ayam. Nah, Beliau diminta untuk membuat sebuah lukisan sebagai contoh dan rupanya Pak Daniel menyukai karya seni Pak Agus. Akhirnya, Beliau diminta untuk membuat semua lukisan yang berkaitan dengan Indonesia, seperti tarian, tokoh-tokoh, tempat wisata, pakaian adat, pesan-pesan nasionalis, gambaran soal keluarga, imbauan untuk enggak pakai narkoba, dan sebagainya.
Baca juga: Pengalaman Naik Joglosemar Semarang-Yogyakarta
Prosesnya lumayan memakan waktu karena jumlah muralnya memang banyak sekali. Beliau bilang sudah mengerjakan mural-mural di dinding tersebut sejak bulan puasa tahun 2016 (mudah-mudahan sekarang sudah selesai, hehehe…). Bahkan, ia sampai menginap di Gereja Ayam supaya cepat selesai. Nah, saat saya mengunjungi tempat ini, kelihatannya karyanya memang hampir rampung. Tidak ada ruang lagi untuk dilukis. Tapi, mungkin ada sisi lain di Rumah Doa itu yang harus dikerjakannya.
Well, kalau Pak Agus enggak ngajak saya ngobrol duluan atau saya enggak nanya siapa yang gambar semua lukisan keren di tempat wisata tersebut, saya enggak bisa kenalan dan ngobrol-ngobrol langsung sama pembuatnya.
Bahkan, dia memberi tahu bahwa Pak Daniel ternyata sedang mampir ke Gereja Ayam. Dia sedang ada di puncak gereja. Ternyata kami sempat berpapasan, hanya saja enggak sadar. Karenanya, saya dan Kak Jatie juga menunggu Beliau (untuk berfoto bersama). Sayang, enggak sempet ngobrol banyak.
Satu hal yang selalu pelajari ketika sedang bepergian dan jauh dari rumah, yakni janganlah jadi orang asing. Ngobrol dengan masyarakat lokal tuh asyik banget, lho. Kita bisa dapat pemikiran-pemikiran baru yang mungkin belum pernah terlintas di benak kita sebelumnya. Hitung-hitung, tambah pengalaman, bisa juga jadi ide untuk menulis nantinya.
Baca juga: Berkeliling Sambil Memotret di Pasar Beringharjo
Ini pun jadi pelajaran penting buat saya ke depannya. Karena biasanya, saya lebih senang menikmati keadaan di sekitar saya lewat observasi. Namun ketika mengobrol secara langsung, observasi saya rasanya jadi makin kaya.
Ya, mungkin lain kali, saya harus lebih berani mengajak ngobrol lebih dulu. Begitu juga dengan kamu… ketika kita berpapasan.
Halo Salam Kenal,
Nama Saya Vincent dari Bandung, saya sedang membantu teman saya penelitian tentang bangunan yang menyerupai binatang. Saya ingin bertemu dengan bapak Daniel Alamsyah, apakah saudari Sintia bisa membantu?
Terima kasih
Vincent
Hi, Vincent, salam kenal juga.
Maaf saya nggak punya kontak Beliau. Mungkin bisa datang langsung saja ke Gereja Ayam dan bertanya pada orang di sana. Setahu saya, Pak Daniel rutin ke sana. 🙂